Dua Sisi Luka




penulis: Vykymsun 


Kala tempat kau berlindung telah hancur, langkahmu tak menentu dan berada di jurang kematian.


Dinginnya malam kian menusuk ke tulang Ailsya, gadis yang dipaksa kuat oleh keadaan. Berkali-kali ia mencoba mengakhiri hidupnya karena terlalu lelah dengan segala isi dunia. Namun, Tuhan masih enggan ia berpulang secepat itu, lagi dan lagi ia gagal menemui Tuhan. Hal itu menambah kesedihannya dan keadaannya semakin tidak stabil. Ia berbicara pada sisi lain gadis yang ia ciptakan sendiri, Zia yang rapuh. Zia meraung di tengah malam di kamarnya yang gelap tanpa penerangan. Tak ada seorang pun yang berani menemuinya. Di tengah raungannya muncul sebuah aksara kehancuran di atas diary biru.


Rumahku bukan hancur karena mereka, tapi aku yang menghancurkannya. Beban yang ada di pundakku bukan keinginan mereka, tapi hati ini terenyuh ketika melihat mereka kesulitan. Jika aku sebuah beban lalu mengapa Engkau masih pertahankan aku di sini, Tuhan? Mengapa setiap usahaku pergi tak pernah berhasil? Aku menyusahkan banyak orang jika tetap hidup. Lelah harus kembali mengulangi fase yang sama kesekian kalinya. Di mana senyuman yang dulu tak pernah lepas dari wajahku? Aku rindu senyuman tanpa beban itu, berlarian tanpa takut jatuh, melangkah tanpa takut tersandung batu. Aku tak menyalahkan takdir ini, tapi hanya ingin sedikit memberi ruang diriku bernafas tanpa dihakimi.


Malam gelap bertabur pertanyaan rancu, 25 Juni 2025


Seseorang memasuki kamar Ailsya perlahan tanpa ia sadari, ia menutup diary biru itu dan meringkuk di balik selimut bulunya. Tanpa ia sadari ada tangan yang berusaha meraihnya, Zelya Andira Zayn, sahabat yang selalu ada dan paling paham kondisinya. 


"Hai Ailsya, apakah Zia hadir lagi?" tanya Zelya pelan.

Ailsya langsung berbalik dan beranjak dari tempat tidurnya.


"Zelya, kau di sini, a... aku tidak tahu kenapa bisa dia hadir lagi. Aku mencoba menepisnya tapi tak bisa," ucap Ailsya sembari menangis dan memeluk sahabatnya.


"Tidak apa-apa, ia adalah sisi lain dari dirimu yang terluka, biarkan ia hadir tapi tolong jangan sampai mengabaikan 100 panggilanku, aku takut terjadi sesuatu denganmu. Kau tahu kan kalau dirimu itu sangat keras kepala, aku tidak ingin terjadi hal buruk padamu," ucap Zelya sambil mengelus kepala sahabatnya.


"Tadi, ayah dan ibu kembali bertengkar, aku lelah dengan semua drama ini, sepertinya Zia hadir karena itu, maafkan aku," ucap Ailsya.


"Hei, lihat aku! Jangan terus menyalahkan dirimu sendiri, dia adalah dirimu yang penuh luka, terkadang ia tidak perlu belas kasihan tapi hanya butuh ruang yang tenang," ucap Zelya.


"Hmm, iya," ucap Ailsya singkat.


"Dengarkan aku! Jangan merasa sendiri, aku ada di sini, berbagilah lukamu denganku. Terkadang luka itu hanya butuh didengarkan tanpa dihakimi, aku akan menasehati ketika kau yang memintanya. Jangan sakiti dirimu lagi dengan meminum obat-obat seperti kemarin, jika kau belum waktunya pergi, kamu akan tetap hidup sampai kapanpun. Jangan siksa dirimu sekeras itu lagi. Menulislah aksara seperti dulu, bukankah tulisanmu sangat dinantikan mereka, tuangkan lukamu dalam goresan tinta," ucap Zelya.


"Iya, aku paham, akan aku coba menerima luka dan mengubahnya menjadi karya seperti nasihatmu, terima kasih Zelya selalu ada dan tidak lelah menasehatiku," ucap Ailsya.


Ailsya kembali merangkai aksara dan menjadikannya sebuah novel yang indah. Banyak luka yang ia goreskan di buku itu dan berharap mampu menyembuhkan banyak orang yang kehilangan arah.

‎Jakarta, 25 Juni 2025



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah Remo di Atas Tanah Leluhur

Teddy Kecil

Gurilem, Kuliner Warisan Bumi Parahyangan