Gurilem, Kuliner Warisan Bumi Parahyangan

 


Penulis: Nurfitrya 

 

Aroma kencur berpadu dengan rempah lainnya, sangat sedap tercium saat bertemu dengan minyak panas di penggorengan. Seketika memoriku terlempar jauh ke masa kecil.  

 

"Barudak, urang papasakan yuu?" salah seorang temanku berseru.  

"Hayuu" temanku yang lain menimpalinya.  

 

"Abi udunan uyah" 

 

"Ah, maneh mah, paribasa udunan uyah" 

 

Begitulah keseruanku di masa kecil. Yang dimaksud papasakan di sini adalah kami memasak bareng-bareng menggunakan tungku yang kami buat sendiri ala kadarnya atau kami biasa menyebutnya hawu. Terbuat dari batu bata atau bebatuan apa saja yang bisa kami temukan. 

 

Ada yang bertugas membuat tungku, mencari kayu bakar, mengulek bumbu, ada juga yang hanya menonton duduk santai.  

Yang kami masak adalah kerupuk mentah yang kami beli dari tetangga yang memproduksi kerupuk. Di desaku memang banyak warga yang memproduksi kerupuk di rumahnya. Itulah alasan desa kami terkenal dengan oleh-oleh kerupuk yang sekarang dikenal dengan nama Gurilem. 

 

Kurupuk Gurilem 

  

Gurilem singkatan dari gurih dan peuleum, seperti pada umumnya makanan dari bumi Parahyangan selalu menggunakan singkatan dalam pemberian nama. Gurilem adalah satu jenis kudapan dengan bahan baku tepung tapioka berbentuk tabung memanjang atau sering disebut dengan kerupuk gurilem. Teksturnya renyah, rasanya gurih dan peuleum sesuai dengan namanya.   

  

Seiring dengan perkembangan jaman, bermunculan pabrik-pabrik Gurilem dengan berbagai varian rasa. Tentu saja varian rasa pedas adalah best sellernya, selain rasa original, bumbu kacang, bumbu kelapa, bumbu kunyit, balado, dan jagung manis.   

  

Harga kerupuk gurilem sangat terjangkau. Mulai dari harga dua ribu rupiah kita bisa mendapatkan satu bungkus gurilem dengan ukuran yang cukup besar. Ada juga ukuran lima ribuan, sepuluh ribuan, dua puluh ribuan, lima puluh ribuan, bahkan tersedia ukuran satu ball besar. Bisa untuk konsumsi sendiri atau untuk dijual kembali.   

 

Kurupuk Jendil 

  

Sebelum istilah Gurilem muncul, masyarakat sekitar menyebutnya "kerupuk Jendil". Kerupuk jendil berasal dari Cililin, Bandung Barat. Kampung Pasir meong menjadi sentra pembuatan kerupuk jendil atau gurilem. Banyak sekali toko oleh-oleh di sepanjang jalan Pasir Meong yang menjajakan kuliner khas Cililin seperti wajit dan Gurilem. Kemudian menyebar ke wilayah sekitar seperti Kampung Saar, Cihampelas dan toko oleh-oleh di daerah lainnya. Bisa dikatakan bahwa kerupuk jendil adalah cikal bakal dari gurilem 

  

Proses pembuatan kerupuk jendil atau gurilem ini cukup sederhana. Adonan tepung tapioka di cetak, mirip dengan bentuk mie, tetapi diameternya jauh lebih besar. Digiling menggunakan gilingan, mirip gilingan daging bentuknya, yang diputar menggunakan tangan. 

 

Babangi 

  

Kerupuk jendil yang masih mentah disebut babangi. Babangi dijemur sampai kering, kemudian digoreng menggunakan pasir, tidak menggunakan minyak. Babangi ini pun banyak dicari untuk dijadikan buah tangan. Babangi basah sangat digemari masyarakat sekitar untuk dimasak dengan bumbu kencur, sedikit kunyit, bawang merah, bawang putih, cabe rawit dan irisan daun bawang. Bisa juga dari babangi kering yang direndam terlebih dahulu dengan air panas supaya teksturnya lebih lunak. Rasanya yang pedas, gurih dengan tekstur yang kenyal memberi sensasi rasa yang tidak terlupakan.   

  

Mirip seblak bukan? Jauh sebelum seblak muncul di tahun 1990-an dan populer di tahun 2000-an, kami warga Cililin dari kecil sudah terbiasa memasak babangi atau kerupuk mentah dengan bumbu yang sama persis dengan bumbu seblak. Anak-anak sering masak bersama yang disebut dengan "papasakan".  Setiap anak urunan uang untuk membeli kerupuk mentah, sementara untuk bumbunya, mereka mengambil dari dapur masing-masing. Ada yang membawa minyak goreng, garam, bawang, dan lain-lain. Sederhana, tetapi meninggalkan jejak memori yang sangat berkesan. Tidak ada keterangan kapan ditemukannya cara memasak kerupuk mentah ini, yang jelas diturunkan dari generasi ke generasi jauh sebelum seblak muncul.  

  

Beberapa dekade ke belakang, di Alun-alun Cililin sering digelar acara seperti Layar Tancap, Wayang Golek, atau perayaan pentas seni memperingati hari kemerdekaan Indonesia. Salah satu makanan yang paling diburu adalah kerupuk jendil. Si pedagang menjajakan dagangannya di atas nyiru yang sangat besar, ditengah-tengahnya diterangi dengan lampu petromaks. Kerupuk disajikan dalam kemasan kertas koran berbentuk corong, disiram dengan bumbu kacang encer. Rasa otentik yang masih dirindukan oleh masyarakat Cililin. 

 

Bergeser sedikit ke daerah Pasir Malang, tetangganya Pasir meong, kerupuk jendilnya dibuat lebih kecil, berwarna merah menyala dan dibubuhkan terasi ke dalam adonannya. Di daerah Awilarangan Cihampelas, kerupuk jendil dibuat lebih besar diameternya dan berwarna merah muda dan putih. Ketika keduanya dicampurkan dalam satu kemasan terlihat lebih cantik. Ada juga kerupuk Bongas yang sering diburu saat hari pasar tiba. Semuanya memiliki ciri khas masing-masing, baik dari rasa, ukuran dan warna yang bervariasi.  

 

Kurupuk Banjur 

  

Ada satu lagi cara menikmati kerupuk jendil ala orang Cililin, yaitu disiram dengan kuah berisikan tumisan bumbu halus yang terdiri dari kencur, bawang merah dan putih, cabe rawit, ditambah irisan daun bawang yang disebut dengan "kerupuk banjur"  

  

Itulah sebabnya di warung-warung atau di pasar sering dijual kerupuk jendil yang dibungkus dengan plastik kecil-kecil dan disusun ke bawah menggunakan tali rapia. Si pembeli membuka ikatan kerupuknya, kemudian disiram dengan kuah yang disediakan penjual. Ada beberapa penjual yang menambahkan oncom ke dalam tumisan bumbunya. Setelah disiram kuah, plastik diikat kembali, kemudian, salah satu sudut plastik dipotong supaya si kurupuk banjurnya bisa diseruput langsung dari plastik.   

 

Kurupuk banjur juga merupakan jajanan wajib saat bulan puasa. Mulai dari anak-anak sampai orang dewasa, saat pulang dari mesjid setelah mengerjakan salat tarawih berjamaah, pasti mampir ke warung-warung yang menjual kurupuk banjur. 

 

Ada juga versi kurupuk banjur yang disiram dengan kuah bakso. Dengan menambahkan saus cabe, kecap, sambal, cuka, seledri, kemudian siram dengan kuah panas. Bisa juga menambahkan bakso atau siomay dan kerupuk simping warna-warni.  

  

Ada juga yang membuat inovasi berupa kerupuk banjur Instan. Jadi si kuahnya dibuat dalam bentuk pasta, dan konsumen cukup menyeduhnya dengan air panas. Bahkan salah satu Cafe di Pasir Meong membuat inovasi menu yaitu babangi saus bolognes. Sangat istimewa karena bentuknya memang menyerupai pasta, tetapi teksturnya kenyal menggoyang lidah.   

 

Salah satu kerupuk jendil favorit saya adalah kerupuk Pak Husen. Kerupuknya lebih dangkal, lebih keras saat digigit dan yang paling istimewa adalah bumbunya. Menambahkan bumbu kacang yang sangat medok, asin, manis, gurih. Perpaduan rasa yang menari-nari di lidah membuat mulut tidak berhenti mengunyah. Rasa pedas maupun tidak pedas, dua-duanya sangat istimewa. Harganya pun agak lebih mahal daripada kurupuk gurilem pada umumnya.  

 

Untuk anda yang berdomisili agak jauh, jangan khawatir karena sekarang gurilem banyak dijual di toko-toko Online. Mau pesan babanginya pun bisa. Pesan babangi kering supaya tidak busuk di perjalanan.  

  

Gurilem atau kerupuk jendil adalah warisan dan kebanggaan orang Cililin yang tidak akan lekang oleh waktu dan akan tetap lestari. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah Remo di Atas Tanah Leluhur

Teddy Kecil